Roemah Martha Tilaar (RMT) menjadi salah satu museum peserta Pameran Museum Kesejarahan yang diselenggarakan oleh Pemda Provinsi Jawa Tengah pada Rabu (19/9) hingga Minggu (24/9). Sejumlah 16 museum sejarah turut serta dalam pameran tahunan yang dilaksanakan di Aula Setda Kebumen. Beberapa museum lain di antaranya adalah Museum Istiqlal (Jakarta), Museum Glagah Wangi (Demak), Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Jakarta), Museum Benteng Vredeburg (Yogyakarta), dan Museum Kepresidenan Balai Kirti (Bogor).
Foto-foto kota Gombong pada periode 1920 sampai 1960-an dipajang di dinding stand RMT beserta keterangan singkat yang menjelaskan konten foto. Ketika sebagian besar museum menampilkan narasi sejarah berupa tokoh terkenal dengan kisah patriotis, kehadiran “sejarah warga” yang menampilkan tempat-tempat tertentu dengan warga yang mendiaminya menjadi cerita yang berbeda dan unik.
Bagi RMT sendiri, pilihan untuk menampilkan sejarah warga merupakan kelanjutan dari program konservasi budaya dan sejarah Gombong. Sebelumnya pada 12-17 Agustus 2017, pameran sejarah bertema People’s History of Gombong diadakan di RMT. Foto-foto lama Gombong dan sejumlah dokumen lawas seperti surat perjanjian dagang, surat nikah, dan KTP yang berangka tahun 1920-1960 ditampilkan di hadapan pengunjung di enam panel berbeda: panel sejarah kesusteran (gereja), panel pribumi, panel Tionghoa, 2 panel umum, dan panel kurator. Pameran sejarah tersebut dikurasi oleh pengamat dan penggiat sejarah Indonesia-Belanda asal Amsterdam, Ms. Lotte von Devoort dan Direktur Eksekutif RMT Reza Adhiatma. Beberapa foto dari panel itulah yang juga dibawa ke Kebumen untuk pameran museum kesejarahan.
Sejarah Lewat Sudut Pandang Mikro
Reaksi masyarakat sendiri di kedua pameran ternyata melebihi harapan. Pengunjung bersemangat menunjuk-nunjuk foto lapangan Swelogiri tahun 1947, iklan rokok Djirem di koran zaman Hindia-Belanda, permainan gebuk bantal di kolam renang tentara depan Benteng van der Wijck tahun 1940-an, dan foto-foto lainnya. Khususnya bagi warga yang berusia lanjut, tampilnya foto-foto lawas ini mengundang kembali kenangan lama masa kecil atau cerita-cerita yang pernah dikisahkan kakek-nenek mereka.
Tema Sejarah Warga yang diangkat RMT tidak hanya menarik bagi warga “berumur”, tetapi juga disambut baik oleh pengunjung Pameran Museum Kesejarahan Nasional yang didominasi oleh pelajar SD, SMP, dan SMA. Mereka antusias mendengarkan cerita tentang Ibu Martha Tilaar yang kelahiran Gombong dan sejumlah cerita lain yang termuat dalam foto-foto yang dipajang. Antusiasme ini datang dari keterikatan mereka pada objek yang diceritakan. Ada unsur proximity (jarak), yang dekat secara fisik maupun kedekatan secara psikis karena objek-objek tersebut adalah objek yang pernah mereka kunjungi atau dengar ceritanya.
Selain suguhan cerita yang berbeda, pilihan tema Sejarah Warga ini juga bermaksud menampilkan alternatif cerita sejarah melalui sudut pandang mikro. Bahwa sejarah tidak melulu tentang kisah-kisah besar dan heroik, pun tidak harus tentang figur-figur terkenal. Warga pun memiliki cerita sejarah sendiri tentang lingkungan sekitarnya. RMT berusaha menarik benang kisah dari sejarah yang umum dan elit lalu menghubungkannya ke tataran akar rumput. Masyarakat pun diajak menelusuri sejarah mereka melalui dokumen maupun artefak yang barangkali diwariskan turun-temurun dalam keluarga. Ke depan, diharapkan warga sendiri nantinya bisa terlibat aktif dalam proyek penulisan sejarah Gombong yang digagas RMT.