Doktor di bidang lingkungan dan agrikultur yang sempat menjadi penasihat di Bank Dunia, Rusdian Lubis, menjadi narasumber dalam Bedah Buku di Roemah Martha Tilaar (5/11). Bukunya yang baru saja terbit, yaitu novel “Anak Kolong” menarik perhatian salah satunya karena ada kota Gombong yang menjadi latar sebagian kisah di dalamnya. Sekitar empat puluhan orang dari siswa SMP hingga paruh baya memenuhi aula RMT di Minggu malam.
Pria yang akrab disapa Pak Yan itu banyak bercerita tentang kehidupan masa kecilnya sebagai anak kolong. Istilah itu merujuk pada anak-anak yang dibesarkan di lingkungan militer, di asrama-asrama sempit tentara. Istilah itu juga menjadi sebuah label yang menandai mereka sebagai anak-anak nakal atau mbajug. Pasalnya di lingkungan militer mereka terbiasa dengan hidup yang keras. Di asrama yang sempit mereka tidur di kolong di bawah kasur, di bawah tempat orangtua mereka tidur.
Anak kolong menjadi istilah familiar sampai sebelum tahun 2000-an, ketika militer masih memegang peran dominan dalam masyarakat. Latar kehidupan militer inilah yang banyak ditemukan di sepanjang novel Yan Lubis. Wajar, mengingat Yan adalah putra seorang letnan. Interaksinya sebagai anak tentara dengan lingkungan sekitar tercermin dalam cuplikan-cuplikan cerita tentang kenalakannya saat sekolah. Kemampuannya berbaur dengan masyarakat yang heterogen juga terlihat dari proses adaptasi ketika ayahnya sering dipindahtugaskan dari satu kota ke kota lain.
Uniknya, dalam novel yang seperti memoar itu, Yan justru tidak bercerita tentang kisah suksesnya. Pekerjaannya sebagai ahli di bidang lingkungan yang membawanya hingga pernah menjadi penasihat Bank Dunia tidak diceritakan. Bagi Yan, proses yang ia lalui saat kecil inilah yang lebih berkesan dan membentuk dirinya yang sekarang. Terlebih, ia ingin berbagi dengan generasi muda tentang kebijaksanaan dan pesan-pesan penting yang dimiliki generasinya tanpa perlu terkesan menggurui.
Cara mengajari tanpa menggurui barangkali salah satunya adalah dengan bercerita. Juga menjadi sarana penyegar ingatan di jeda-jeda perjalanan hidup yang cukup panjang. Seperti novel Anak Kolong di Kaki Gunung Slamet yang ditulis sebagai penyegar ingatan tentang kehidupan anak kolong yang dijalaninya dulu.
Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE